BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dalam profesi kita sebagai farmasis
tentu saja kita akan selalu dihadapkan dengan obat-obatan dan cara pemakaiannya
serta bagaimana mengatur obat-obatan yang harus digunakan oleh pasien serta
harus mampu mempersiapkan obat yang sesuai dengan yang di anjurkan, persiapan
tentang cara pemberian obat dan observasi secara tepat terhadap cara
obat-obatan tersebut bekerja. Dengan kata lain, seorang farmasis dapat
berkolaborasi dengan dokter yang memiliki pengetahuan yang memadai dalam bidang
ini.
Sediaan farmasetik berair yang ditujukan untuk
penggunaan pada aliran darah, mata hidung atau usus umumnya dibuat agar
memiliki tone atau tonisitas yang diinginkan berkaitan dengan
cairan biologis yang dituju.
Menurut hukum fisika, jika dua larutan ditempatkan
pada setiap sisi membran semipermeabel, pelarut akan melewati membrane dari
larutan yang lebih encer menuju larutan yang lebih pekat untuk menyeimbangkan
konsentrasi. Proses ini dikenal sebagai osmosis, dan tekanan yang
bertanggung jawab untuk gerakan pelarut itu disebut tekanan osmosis.
Tekanan osmosis efektif suatu larutan beragam,
tergantung pada zat terlarut yang ada. Jika zat terlarut adalah suatu
nonelektrolit, larutannya hanya mengandung molekul yang tak terionisasi dan
tekanan osmosis hanya ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut. Jika zat
terlarut adalah suatu elektrolit larutannya akan mengandung ion dan tekanan
osmosis ditentukan tidak hanya oleh konsentrasi zat terlarut tetapi juga oleh
tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang terdisosiasi memiliki jumlah partikel
yang relatif lebih besar dalam larutan dan menghasilkan tekanan osmosis lebih
besar daripada molekul-molekul terdisosiasi.
B.
Maksud praktikum
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami peristiwa
osmosis pada kentang serta menghitung jumlah bahan pengisotonis yang
ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.
C.
Tujuan praktikum
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mengamati
peristiwa osmosis
2. Menghitung
jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori
umum
Sifat koligatif adalah sifat larutan yang hanya bergantung
pada banyaknya partikel zat terlarut, dan bukan pada jenisnya (Estien, 2006).
1. Penurunan
tekanan uap
Apabila suatu zat cair (sebenarnya juga untuk zat padat) di
masukkan ke dalam suatu ruangan tertutup maka zat itu akan menguap sampai
ruangan itu jenuh. Pada keadaan jenuh itu terdapat kesetimbangan dinamis antara
zat cair dengan uap jenuhnya. Tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh itu
disebut tekanan uap jenuh. Besarnya tekanan uap jenuh bergantung pada jenis zat
dan suhu zat yang memiliki zat tarik menarik antara partikel relatif kecil,
contohnya garam, gula, glukol, gliserol, sebaliknya zat yang memiiki gaya tarik
menarik antara partikel relatif besar, zat seperti itu dikatakan mudah menguap,
contohnya etanol dan eter. Tekanan uap jenuh suatu zat akan bertambah
jika suhu dinaikkan (Sumardjo, 2009).
2. Kenaikan
titik didih
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan
uap jenuh itu sama dengan tekanan udara luar. Biasanya yang dimaksud dengan
titik didih adalah titik didih normal, yaitu titik didih pada tekanan udara
luar 1 atmosfir. Titik didih normal air adalah 100 oC (Estien, 2006).
3. Penurunan
titik beku
Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah
turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1
atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0 oC (Estien, 2006).
4. Tekanan
osmotik
Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul
pelarut dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui selaput
(membran/penyekat) semipermeabel, yaitu selaput berpori yang hanya dapat
dilewati partikel pelarut tetapi tidak dapat dilewati partikel zat terlarut (Estien, 2006).
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama
seperti cairan tubuh tertentu disebut isotonik (artinya memiliki tonisitas yang
sama) dengan cairan tubuh spesifik tersebut. (Ansel, 2004)
Larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah
daripada cairan tubuh disebut hipotonik, sedangkan yang memiliki tekanan
osmosis lebih besar disebut hipertonik. (Ansel, 2004)
Jika air murni didinginkan pada 0oC maka air
tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm, tetapi bila
dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti gula, maka pada suhu 0oC
ternyata larutan belum membeku dan tekanan uap permukaannya lebih kecil dari 1
atm. Supaya larutan membeku, tekanan uap permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal
ini dapat dicapai bila suhu larutan di turunkan (Estien, 2006).
Setelah tekanan uap mencapai 1 atm, larutan akan membeku.
Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0oC atau lebih
rendah dari titik beku turunnya titik beku larutan dan titik beku pelarutnya
disebut penurunan titik beku (
Tf ). Besarnya
Tf larutan juga bergantung pada jumlah partikel
terlarut (Estien, 2006).
Sifat koligatif
larutan dibedakan antara dua bagian, yaitu sifat koligatif nonelektrolit
dan elektrolit. Bila konsetrasi zat terlarut sama, sifat koligatif larutan
elektrolit mempunyai harga lebih besar dari pada sifat koligatif nonelektrolit.
Perbandingan antara harga sifat koligatif larutan yang diharapkan suatu larutan
nonelektrolit pada konsentrasi (Martin, 1990).
Tonisitas adalah
membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membrane
semipermiabel. Suatu larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bila
memiliki tekanan osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya
lebih tinggi daripada yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan
hipertonis terhadap yang lebih rendah, sebaliknya cairan yang memiliki tekanan
osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis terhadap cairan yang lebih tinggi
tekanan osmosanya. Tekanan osmosa cairan tubuh, darah, air mata, cairan lumbal
sama dengan tekanan osmosa larutan Natrium Klorida 0,9%, penyuntikan atau
pemasukan larutan yang tidak isotonis kedalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan (Martin,
1990).
Tonisitas suatu cairan
terhadap cairan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan beberapa cara yaitu : (Martin, 1990).
1. Penurunan
Titik Beku
Penurunan titik beku suatu larutan
bergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut dalam larutan. Untuk larutan
encer penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi
penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur kepekatan larutan,
karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula penurunan titik bekunya.
Penurunan titik beku yang dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan
anggapan bahwa larutan isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik
beku cairan tubuh. Sedangkan penurunan titik beku darah adalah – 0,520C.
2. Faktor
Disosiasi
Ada tiga faktor yang dipertimbangkan dalam
perhitungan dengan cara ini, yaitu :
1. Persen
zat dalam larutan, dinyatakan dalam berat/volume
2. Berat
molekul zat-zat terlarut
3. Derajat
disosiasi zat yang mendekati keadaan sebenarnya
3. Ekivalen
NaCl
Ekivalen dari NaCl (E) adalah gram NaCl
yang memberikan tekanan osmosa yang sama dengan 1 gram dari sesuatu zat
terlarut tertentu. Contohnya bila harga E untuk amfetaminasulfat 0,20 artinya 1
gram amfetamina sulfat dalam larutan memberikan tekanan osmosa yang sama dengan
0,20 gram NaCl. Tetapan E ini diturunkan oleh Wells dari angka penurunan titk
beku molal. Hal ini berdasarkan bahwa penurunan titik beku molal sebanding
dengan perbandingan penurunan titik beku zat terlarut dengan kadar molal.
Tonisitas merupakan faktor
penting dalam perumusan produk yang ditujukan untuk aplikasi selaput lendir
sensitif organ seperti mata, telinga, dan hidung. Pada partikel ini, dilakukan
usaha pertama
untuk memperkenalkan tonisitas sehubungan dengan fisiologis
signifikansi, diikuti dengan diskusi tentang fisika dasar tonisitas dan sifat koligatif (James, 2007).
untuk memperkenalkan tonisitas sehubungan dengan fisiologis
signifikansi, diikuti dengan diskusi tentang fisika dasar tonisitas dan sifat koligatif (James, 2007).
Ada
dua teori yang menjelaskan peristiwa osmosis yaitu (Estien, 2006).
1. Teori
Tekanan Uap
Menurut teori ini larutan encer memiliki tekanan
uap lebih besar daripada larutan yang lebih pekat. Bila kedua macam larutan ini
dipisahkan dengan selaput semipermiabel akan terjadi perpindahan secara
bertahap molekul-molekul pelarut dari larutan yang akan memiliki tekanan uap
besar (encer) kelarutan yang tekanan uapnya rendah (pekat). Perpindahan ini
akan berhenti setelah tercapai kesetimbangan, yaitu bila tekanan uap kedua
larutan telah sama.
2. Teori
Kinetika Molekul
Teori ini menjelaskan bahwa setiap
molekul suatu larutan maupun gas, diatas suhu absolut 00C selalu
dalam keadaan bergerak. Energi gas molekul kimia tersebut dinyatakan sebagai
potensial kimia. Didalam system larutan, molekul air bergerak oleh adanya
potensial kimia air(potensial air) dan semua zat terlarut bergerak oleh adanya
potensial kimia zat terlarut. Pada larutan yang sangat encer, energi gerak atau
potensial lairnya dianggap paling besar sedangkan larutan yang pekat potensial
airnya rendah. Hal ini disebabkan dalam larutan pekat molekul air banyak
berikatan dengan zat terlarut sehingga sedikit yang dapat bergerak. Dengan
demikian osmosis pada dasarnya merupakan difusi dari daerah yang memiliki
potensial air lebih tingggi ke daerah yang potensial airnya rendah melalui
selaput semipermiabel. Difusi ini akan berhenti setelah tercapai keadaan
setimbang dimana potensial air kedua larutan telah sama.
B.
Uraian
bahan
1.
Aquadest ( Ditjen POM, 1979).
Nama
resmi : AQUA
DESTILLATA
Nama lain : Air
Suling
Rumus
Molekul : H2O
Berat
Molekul : 18,02
Rumus
struktur : H
– O – H
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel (bersifat hipotonis)
2.
Dekstrosa (Ditjen POM, 1995).
Nama resmi : DEXTROSUM
Nama lain : Dekstrosa, Glukosa
Rumus Molekul : C6H12O6
Berat Molekul : 198,17
Rumus struktur :
Pemerian :
Hablur
tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa
manis.
Kelarutan :
Mudah
larut dalam air, sanagt mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol
mendidih, sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
Kegunaan :
Sebagai
sampel (bersifat hipertonis).
3. NaCl ( Ditjen POM, 1979 ).
Nama
resmi :
NATRII
CHLORIDUM
Nama
lain : Natrium
Klorida
Rumus
Molekul : NaCl
Berat
Molekul :
58,44
Rumus
Struktur : Na –
Cl
Pemerian : Hablur
putih, berbentuk kubus atau berbentuk
prisma, tidak berbau, rasa asin, mantap diudara.
Kelarutan : Sangat
mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai
sampel (bersifat isotonis).
4.
Kentang (Gembong, 2007).
Regnum
: Plantae
Divisi : Magnoliophyta/spermatophyte
Kelas : Magnoliopsida/Dycotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales/Tubiflorae
(berumbi)
Famili : Solanaceae
(berbunga terompet)
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum
C.
Prosedur
kerja (Anonim, 2014)
a. Menghitung
jumlah bahan dektrosa yang digunakan
1. Hitunglah
banyaknya dektrosa yang digunakan agar isotonis dengan cairan tubuh, jika akan
dibuat larutan dextrose sebanyak 100 mL? (gunakan ketiga metode perhitungan).
2. Tentukan
tonisitas dari 100 mL larutan glukosa 30 %!
3. Buat
larutan dibawah ini :
a. Larutan
NaCl fisiologis
b. Larutan
dektrosa isotonis
c. Larutan
glukosa 30 %
b. Pengamatan terhadap
larutan yang isotonis, hipertonis dan hipotonis.
1. Bersihkan
kentang dari kulitnya. Potong kentang dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong.
Usahakan beratnya sama.
2. Masukkan kentang
ke dalam larutan NaCl fisiologis, larutan glukosa 30 % dan aquadest. Biarkan
selama 30 menit.
3. Keluarkan
dari larutan kemudian letakkan diatas tissue, kemudian timbang, lalu amati.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun
alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cutter, gelas kimia 250 mL,
gelas ukur 50 mL, penggaris, pinset, talenan, timbangan
B. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, kentang, larutan
dekstrosa 3 % dan 15 %, larutan NaCl 0,9%.
C. Cara
kerja
Dibersihkan kentang
dari kulitnya dan dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong. Diusahakan
beratnya sama. Dimasukkan kentang potongan pertama ke dalam larutan dekstrosa 3
%, potongan kedua ke dalam larutan dekstrosa 15 %, dan potongan yang ketiga ke
dalam larutan Nacl 0,9 % selama 30 menit. Kemudian dikeluarkan dari larutan dan
diletakkan diatas aluminium foil, kemudian ditimbang, lalu diamati.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN
A. Tabel
pengamatan
1. Menghitung
Bahan Pengisotonis
Larutan
|
Banyaknya
zat ( gram )
|
NaCl
0,9 % ( 500 mL )
|
4,5
gram
|
Dextrosa
15 % ( 250 mL )
|
37,5
gram
|
Dextrosa
3 % ( 250 mL )
|
7,5
gram
|
2. Pengamatan
Kentang terhadap Larutan
Klp
|
Berat
Kentang ( gram )
|
|||||
Sebelum
|
Sesudah
|
|||||
Isotonis
|
Hipotonis
|
Hipertonis
|
Isotonis
|
Hipotonis
|
Hipertonis
|
|
1
2
3
4
5
|
3,91
11,15
4,88
2,11
3,86
|
3,91
11,14
4,86
2,13
3,86
|
3,91
11,11
4,88
2,19
3,86
|
3,94
11,13
4,87
2,06
3,82
|
4,12
12,22
5,03
2,18
3,90
|
3,45
10,16
4,35
1,83
3,42
|
Klp
|
Penampakan Morfologi
|
||
Isotonis
|
Hipotonis
|
Hipertonis
|
|
1
2
3
4
5
|
Tetap
Tetap
Tetap
Tetap
Tetap
|
Mengembang
Mengembang
Mengembang
Mengembang
Mengembang
|
Mengerut
Mengerut
Mengerut
Mengerut
Mengerut
|
B. Perhitungan
Pembuatan Bahan Pengisotonis
0,9 g
1.
NaCl 0,9 % =
x
500 mL = 4,5 g
100 mL
15 g
2.
Dextrosa 15 % = x 250 mL = 37,5 g
100
mL
3 g
3.
Dextrosa 3 % = x 250
mL = 7,5 g
100 mL
4.
Gramsolute
M'
= F
- %w/v x
100
mL x K K'
M
Gramsolute
58,45
= 0,031 -
0,9 % x
100 mL x 2 2
M
= 0,031
– 0,0065 x 29,225
= 0,0245 x 29,225
= 0,716 gr/100 ml Nacl
C. Pembahasan
Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara
dua cairan yang dipisahkan oleh membran semipermeabel. Suatu larutan dikatakan
isotonis terhadap cairan lainnya bila memiliki tekanan osmosa yang sama. Bila
cairan yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi daripada yang lain, maka cairan
yang lebih tinggi dikatakan hipertonis terhadap yang lebih rendah, sebaliknya
cairan yang memiliki tekanan osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis
terhadap cairan yang lebih tinggi tekanan osmosanya.
Penurunan titik beku merupakan penurunan titik beku
suatu larutan tergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut dalam larutan.
Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan tekanan
osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur
kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula penurunan
titik bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai untuk perhitungan isotonis,
berdasarkan anggapan bahwa larutan isotonis mempunyai titik beku yang sama
dengan titik beku cairan tubuh. Sedangkan penurunan titik beku darah adalah
-0,52oC.
Hipotonis merupakan larutan yang konsentrasinya rendah memiliki tekanan
osmotik yang rendah. Hipertonis adalah larutan berkonsentrasi tinggi memiliki
tekanan osmotik yang tinggi. Dan isotonis adalah tekanan osmotik sama, konsentrasi
sama maka antara kedua larutan tidak akan terjadi osmosis).
Pada praktikum tonisitas ini bahan utama yang
digunakan adalah kentang. Sebelum kentang dijadikan sampel terlebih dahulu
kentang tersebut dibersihkan dan dikupas kulitnya, setelah itu dipotong dengan
ukuran 1x2 dengan 3 bagian dan diusahakan agar ketiga potongan tersebut sama
besar. Untuk mengetahui apakah beratnya sudah sama, maka setelah pemotongan kentang
ditimbang terlebih dahulu.
Untuk kentang potongan
pertama dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi larutan NaCl 0,9 %.
Selanjutnya, kentang potongan yang kedua dimasukkan juga ke dalam gelas kimia
yang berisi larutan dekstrosa 3 %, dan potongan kentang yang ketiga atau yang
terakhir dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi dekstrosa 15 % selama 30
menit.
Setelah 30 menit ketiga
kentang tersebut diangkat atau dikelurkan dari cairan tersebut kemudian
letakkan di atas aluminium foil, dan timbang kembali dengan menggunakan
timbangan analitik, lalu amati perubahan yang terjadi pada ketiga kentang
tersebut dan catat. Setelah semuanya selesai terjadi perubahan pada ketiga
potongan kentang tersebut. Potongan kentang yang pertama tadi sebelum direndam
dengan larutan beratnya adalah 3,86 gram, setelah direndam dengan NaCl 0,9 %
beratnya berubah menjadi 3,82 gram dan dalam keadaan tetap, hal ini membuktikan
bahwa larutan NaCl isotonis dengan tubuh. Lalu, kentang yang kedua dari berat
semula yaitu 3,86 gram menjadi 3,90 gram dengan menggunakan larutan dekstrosa 3
% dan keadaannya pun berubah menjadi
mengembang, hal ini membuktikan terjadinya hipotonis. Sedangkan kentang ketiga
atau yang terakhir yang menggunakan dekstrosa 15 % dari berat semula 3,86 gram
menjadi 4,42 gram, dan keadaannya pun menjadi berkerut, hal ini merupakan
terjadinya hipertonis.
Alasan
digunakannya larutan NaCl 0,9 % karena diketahui NaCl merupakan larutan yang
isotonis terhdap darah, dalam hal ini mempunyai konsentrasi yang sama antara
diluar sel dan didalam sel. Digunakannya larutan dektrosa 15% karena diketahui
bahwa larutan glukosa merupakan larutan yang hipertonis dimana jika larutan
glukosa dimasukkan dalam sel maka sel tersebut akan mengerut karena tekanan
osmosis didalam sel lebih rendah dan tekanan osmosis diluar sel lebih tinggi
sehingga cairan dari dalam sel akan menuju luar sel. Digunakannya larutan
dektrosa 3% karena diketahui bahwa dektrosa 3% adalah larutan yang hipotonis
dimana jika larutan air ini dimasukkan kedalam sel maka sel akan mengembang
karena tekanan osmosis di luar sel lebih tinggi dari pada didalam sel, sehingga
cairan yang dari luar sel akan masuk kedalam sel dan lama-kelamaan sel akan
pecah.
Sehingga dengan
menggunakan ketiga larutan tersebut kita dapat mengamati peristiwa isotonis, hipertonis
dan hipotonis pada kentang. Digunakannya kentang pada percobaan ini karena
kentang memiliki membran semipermeabel.
Dalam bidang farmasi, perhitungan tonisitas digunakan untuk menentukan tonisitas
suatu larutan apakah larutan itu isotonis, hipertonis dan hipototonis.
BAB VI
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1). Kentang yang direndam dengan NaCl 0,9% bersifat
isotonis, hal ini dikarenakan berat sampel tidak mengalami perubahan yang
signifikan yaitu dari 3,86 gram menjadi 3,82 gram.
2). Kentang yang
direndam dengan dektrosa 15% bersifat hipertonis, hal ini dikarenakan berat
sampel mengalami penurunan dari 3,86 gram menjadi 3,42 gram.
3). Kentang yang direndam dengan dektrosa 3% bersifat
hipotonis, hal ini dikarenakan berat sampel mengalami kenaikan dari 3,86 gram
menjadi 3,90 gram.
B.
SARAN
Sebaiknya dalam praktikum, semua
praktikan harus lebih aktif dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Penuntun Praktikum Farmasi
Fisika I. Universitas Muslim Indonesia : Makassar.
Ansel, C. 2004. Kalkulasi Farmasetika. EGC : Jakarta.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika I.Penerbit universitas Indonesia : Jakarta.
Sumardjo, Damin.
2009. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Swarbrick,
James. 2007. Ensiklopedia Teknologi
Farmasi. London : PharmaceuTech, Inc. Pinehurst, Nor th Carolinia, USA.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi tumbuhan. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta.
Yazid, Estein. 2005.
Kimia Fisika Untuk Paramedis.
Andi : Yogyakarta.
SKEMA
KERJA
Dikeluarkan dari larutan dan
diletakkan diatas aluminium foil
|
Ditimbang dan diamati perubahan
yang terjadi
|
Dibiarkan selama 30 menit
|
Dimasukkan kentang potongan pertama ke
dalam larutan dekstrosa 3 %, potongan kedua ke dalam larutan dekstrosa 15
%, dan potongan yang ketiga ke dalam larutan Nacl 0,9 %
|
Kentang dibersihkan dari kulitnya dan
dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong
|
LAMPIRAN
Kentang ditimbang kentang
yang direndam di dalam larutan NaCl 0,9 %
Kentang
yang direndam kentang
yang direndam
dalam larutan dekstrosa 3 % dalam
larutan dekstrosa 15 %
Tidak ada komentar:
Posting Komentar