KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, beserta keluarga-Nya,
sahabat-sahabat-Nya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, hal ini karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada
dalam keterbatasan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat sebagai
sumbangsih penulis demi menambah pengetahuan terutama bagi pembaca umumnya dan
bagi penulis khususnya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih
semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin.
Makassar,
26 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar
...........................................................................................................................
i
Daftar isi
...................................................................................................................................
ii
A.
Pendahuluan
.................................................................................................................
1
B.
Klasifikasi
alkil halida
.................................................................................................
2
C.
Tata nama alkil
halida ..................................................................................................
3
D.
Sifat fisik
alkil halida
...................................................................................................
4
E.
Reaksi alkil
halida ........................................................................................................
4
F.
Contoh – contoh
reaksi substitusi nukleofilik dan eliminasi
...................................... 12
G.
Kegunaan alkil
halida..................................................................................................
18
Kesimpulan
.............................................................................................................................
19
Daftar pustaka
........................................................................................................................
20
ALKIL HALIDA
A. PENDAHULUAN
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu
atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam
hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon
yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang
dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu
tinggi.
Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun lebih
banyak terjadi dalam organisme air laut daripada organisme air tawar.
Halometana sederhana seperti CHCl3,
CCl4,
CBr4,
CH3I,
dan CH3Cl
adalah unsur pokok alga Hawai Aspagopsi
taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang
diisolasi dari organisme laut yang memperlihatkan aktivitas biologis yang
menarik. Sebagai contoh adalah plocamen B, suatu turunan triklorosikloheksana
yang diisolasi dari alga merah Plocamium
violaceum, berpotensi seperti DDT dalam aktivitas insentisidalnya
melawan larva nyamuk.

Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum
untuk organik halida, R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu
halogen. Konfigurasi elektron dalam keadaan dasar halogen adalah sebagai
berikut:
F : 1s2
2s2 2p5
Cl : 1s2
2s2 2p6 3s2 3p5
Br : 1s2
2s2 2p6 3s2 3p5
I :
1s2 2s22p6 3s2 3p6 4d10
5s2 5p5
Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom
berelektrogenatif tinggi dan hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai
konfigurasi gas mulia. Oleh itu halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal
atau ionik yang stabil.
Ikatan antara gugus metil dengan fluor, klor, brom,
dan ioda terbentuk oleh tumpang tindih orbital sp3 dari
karbon dengan orbital sp3 dari fluor, klor, brom,
dan iod. Kekuatan ikatan C¾X
menurun dari metil fluorida ke metil iodida. Hal ini mencerminkan prinsip umum
bahwa tumpang tindih orbital-orbital lebih efisien antara orbital-orbital yang
mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan efisiensinya menurun dengan
meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama.
Perlu pula dicatat bahwa halogen adalah lebih
elektronegatif daripada karbon, sehingga ikatan C-X bersifat polar di mana
karbon mengemban muatan posisif partial (δ+)
dan halogen muatan negatif partial (δ-).

Dengan
demikian kerapatan elektron pada halogen lebih tinggi daripada karbon.
B.
KLASIFIKASI ALKIL HALIDA
Alkil
halida digolongkan menjadi 3 golongan berdasarkan terikatnya halida tersebut:
a) Alkil
halida primer yaitu alkil halida dimana halida terikat pada atom karbon primer.
b) Alkil
halida sekunder, yaitu alkil halida dimana halida terikat pada atom karbon
sekundernya
c) Alkil
halida tersier, yaitu alkil halida dimana halida terikat pada atom karbon
tersier
Misalnya:










CH3
C.
TATA NAMA ALKIL HALIDA
Halida sederhana umumnya dinamai sebagai
turunan hidrogen halida. Sistem IUPAC menamai halida sebagai halo turunan
hidrokarbon. Dalam nama umum, awalan n-, sek- (s-), dan ter- (t-) secara
berturut-turut menunjukkan normal, sekunder, dan tersier.

Fluorometana Kloroetana I
(Metil fluorida) (etil klorida) 2-Kloropropana
(isopropil iodida)






Br CH3 Bromosiklobutana
2-Bromo-2-metilpropana I-Bromo-2,2-dimetilpropana (Siklobutil bromida)
(t-Butil bromida) (Neopentil
bromida)



Istilah
geminal (gem-) (latin geminus , kembar) dan vicinal (vic-) latin vicinus, tetangga)
kadang digunakan untuk memperlihatkan posisi substituen sebagai geminal untuk
posisi 1,1 dan vicinal untuk posisi 1,2.

D.
SIFAT FISIK ALKIL HALIDA
Senyawa
alkil halida suku rendah mempunyai sifat khusus, yaitu agak manis dan harum
tetapi yang berantai karbon panjang bau dan rasanya tidak nyata.
Meskipun
pada senyawa alkil halida terdapat perbedaan elektron gravitasi yang sangat
kecil antara atom karbon dan halida, maka alkil halida kepolarannya pun sangat
kecil sehingga tidak larut dalam air maupun asam sulfat pekat tetapi dapat
larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter maupun ligroin.
E. REAKSI ALKIL HALIDA
Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat
antara dalam sintesis. Mereka dengan mudah diubah ke dalam berbagai jenis
senyawa lain, dan dapat diperoleh melalui banyak cara. Reaksi alkil halida yang
banyak itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu reaksi substitusi dan
reaksi eliminasi. Dalam reaksi substitusi, halogen (X) diganti dengan beberapa
gugus lain (Z).

Reaksi
eliminasi melibatkan pelepasan HX, dan hasilnya adalah suatu alkena. Banyak
sekali modifikasi terhadap reaksi ini, tergantung pada pereaksi yang digunakan.
1. Substitusi Nukleofilik
Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada
atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat halogen
(X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir
disebut gugus pergi.
Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk
membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua
persamaan umum yang dapat dituliskan:

Contoh
masing-masing reaksi adalah:

2. Mekanisme Substitusi Nukleofilik
Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi
substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2
adan
SN
1.
Bagian SN
menunjukkan
substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian.
Mekanisme
SN2
Mekanisme
SN2
adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Nukleofil
menyerang dari belakang ikatan C¾X.
Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di
mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa
pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan
pasangan elektron dengan karbon.
Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler,
yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi
dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri reaksi SN2
adalah:
1.
Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi,
maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2.
Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita
mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-
2-butanol.
Ion hidroksida
menyerang dari belakang ikatan C¾Br.
Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral
itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena
dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya
adalah (S)-2-butanol.
Jadi reaksi SN2
memberikan hasil inversi.
3.
Jika substrat R-L bereaksi
melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih
cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah
gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R
meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan
reaksi SN2
terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >>
tersier.
Mekanisme SN1
Mekanisme
SN1
dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus.

Gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap
kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk.

Pada mekanisme SN1,
substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat
hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama
sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang
berjalan melalui mekanisme SN1:
1.
Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu
kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2.
Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan
hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada
tiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif
mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi
nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang.
Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah
rasemit.
Misalnya,
reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana
dengan air menghasilkan alkohol rasemik.

Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan
geometrik planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan
dan belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik.

Reaksi
substrat R-X yang melalui mekanisme
SN1
akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R
adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium,
3o
>
2o
>>
1o.
3. Perbandingan Mekanisme SN1
dan SN2
Tabel memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi
dan membandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan
struktur nukleofil. Perlu diperhatikan bahwa halida primer selalu bereaksi
melalui mekanisme SN2, sedangkan halida
tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida sekunder,
terdapat dua kemungkinan.
Perbandingan
reaksi SN2
dengan SN1


Pada
tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap
pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam
pelarut polar. Jadi halida sekunder yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme
tersebut, kita dapat mengubah mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran
pelarutnya. Misalnya, mekanisme reaksi halida sekunder dengan air (membentuk
alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi SN1
dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif tidak-polar) menjadi
50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang lebih baik).
Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme
reaksi yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN.
Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2
yang terjadi. Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui
apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah.
1. Ion
nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik
daripada molekul netralnya.


Karena
C dan N berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan jika pada ion -:CºN: , yang bereaksi adalah karbon, karena sifat
nukleofilnya lebih kuat.
4. Reaksi
Eliminasi: Mekanisme E2 dan E1
Jika alkil halida mempunyai atom hidrogennya pada
atom karbon yang bersebelahan dengan karbon pembawa halogen akan bereaksi
dengan nukleofil, maka terdapat dua kemungkinan reaksi yang bersaing, yaitu
substitusi dan eliminasi.

Pada reaksi substitusi, nukleofil menggantikan
halogen. Pada reaksi eliminasi, halogen X dan hidrogen dari atom karbon yang
bersebelahan dieliminasi dan ikatan baru (ikatan p)
terbentuk di antara karbonkarbon yang pada mulanya membawa X dan H. Proses
eliminasi adalah cara umum yang digunakan dalam pembuatan senyawa-senyawa yang
mengandung ikatan rangkap.
Seringkali reaksi substitusi dan eliminasi terjadi
secara bersamaan pada pasangan pereaksi nukleofil dan substrat yang sama.
Reaksi mana yang dominan, bergantung pada kekuatan nukleofil, struktur
substrat, dan kondisi reaksi. Seperti halnya dengan reaksi substitusi, reaksi
elimanasi juga mempunyai dua mekanisme, yaitu mekanisme E2 dan E1.
Mekanisme
E2
Reaksi E2 adalah proses satu tahap. Nukleofil
bertindak sebagai basa dan mengambil proton
(hidrogen)
dari atom karbon yang bersebelahan dengan karbon pembawa gugus pergi. Pada waktu yang
bersamaan, gugus pergi terlepas
dan ikatan rangkap dua terbentuk.

Konfigurasi yang terbaik untuk reaksi E2 adalah
konfigurasi dimana hidrogen yang akan tereliminasi dalam posisi anti dengan gugus pergi. Alasannya ialah bahwa
pada posisi tersebut orbital ikatan C-H
dan C-X tersusun sempurna yang memudahkan
pertumpang tindihan orbital dalam pembentukan ikatan p baru.
Mekanisme
E1
Mekanisme E1 mempunyai tahap awal yang sama dengan
mekanisme SN1. Tahap lambat atau penentuan
ialah tahap ionisasi dari substrat yang menghasilkan ion karbonium

Kemudian,
ada dua kemungkinan reaksi untuk ion karbonium. Ion bisa bergabung dengan
nukleofil (proses SN1) atau atom karbon
bersebelahan dengan ion karbonium melepaskan protonnya, sebagaimana ditunjukkan
dengan panah lengkung, dan memebentuk alkena (proses E1).

Sekarang
mari kita lihat dengan contoh-contoh bagaimana reaksi-reaksi substitusi dan
eliminasi bersaing.
5. PERSAINGAN SUBSTITUSI DAN ELIMINASI
Ditinjau reaksi antara alkil halida dengan kalium
hidroksida yang dilarutkan dalam metil alkohol. Nukleofilnya adalah ion
hidroksida, OH-, yaitu nukleofil kuat dan
sekaligus adalah basa kuat. Pelarut alkohol kurang polar jika dibandingkan dengan
air. Keadaan-keadaan ini menguntungkan proses-proses SN2
dan E2 jika dibandingkan dengan SN1
dan E1.
Misalnya,
gugus alkil pada alkil halida adalah primer, yaitu 1-bromobutana.
Kedua
proses dapat terjadi.

Hasilnya adalah campuran 1-butanol
dan 1-butena. Reaksi SN2 cenderung terjadi
jika digunakan pelarut yang lebih polar (air), konsentrasi basa yang sedang,
dan suhu sedang. Reaksi E2, cenderung terjadi jika digunakan pelarut yang
kurang polar, konsentrasi basa yang tinggi, dan suhu tinggi.
Seandainya kita mengganti alkil halida primer
menjadi tersier, reaksi substitusi akan terhambat (ingat, urutan reaktivitas
untuk reaktivitas SN2 adalah 1o
>2o
>>
3o).
Tetapi, reaksi eliminasi akan cenderung terjadi karena hasilnya adalah alkena
yang lebih tersubtitusi. Pada kenyataannya, dengan t-butil bromida, hanya proses E2
yang terjadi.

Jadi, bagaimana kita mengubah butil bromida tersier
menjadi alkoholnya? Kita tidak menggunakan ion hidroksida, melainkan air. Air
merupakan basa yang lebih lemah daripada ion hidroksida, sehingga reaksi E2
ditekan. Air juga merupakan pelarut polar, yang menguntungkan mekanisme
ionisasi. Dalam hal ini, E1 tidak dapat dihindari sebab persaingan antara E1
dan SN1
cukup berat.
Hasil utama adalah hasil subtitusi (80%), tetapi
eliminasi masih terjadi (20%). Ringkasannya, halida tersier bereaksi dengan
basa kuat dalam pelarut nonpolar memberikan eliminasi (E2), bukan subtitusi.
Dengan basa lemah dan nukleofil lemah, dan dalam pelarut polar, halida tersier
memberikan hasil utama subtitusi (SN1),
tetapi sedikit eliminasi (E1) juga terjadi. Halida primer bereaksi hanya
melalui mekanisme-mekanisme SN2 dan E2, karena
mereka tidak terionisasi menjadi ion karbonium. Halida sekunder menempati
kedudukan pertengahan, dan mekanisme yang terjadi sangat dipengaruhi oleh
keadaan reaksi. Halida-halida sekunder dapat bereaksi melalui mekanisme SN1
dan SN2
secara serentak.
F.
CONTOH-CONTOH REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK DAN ELIMINASI
Nukleofil dapat digolongkan menurut jenis atom yang
membentuk ikatan kovalen. Nukleofil yang umum adalah nukleofil oksigen, nitrogen, belerang, halogen, atau karbon.
Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh reaksi yang melibatkan reaksi
nukleofil-nukleofil tersebut dengan alkil halida.

1. Sintesis eter dengan cara Williamson
Reaksi pembuatan eter yang paling umum adalah dengan
metode Williamson. Pada tahap pertama, alkohol direaksikan dengan logam natrium
untuk menghasilkan alkoksida.

Alkil
halida R’X kemudian ditambahan pada campuran ini, dan dipanaskan untuk mengahsilkan
eter.

Karena
R dan R’ dapat divariasikan secara luas (kecuali R’ tersier), maka sintesis ini
sangat bermanfaat.
2. Amina dari alkil halida (SN2)

Dalam
reaksi ini digunakan amoniak berlebihan, dan pada tahap berikutnya amoniak kedua
bertindak sebagai basa mengambil proton dari ion alkilamonium sehingga terbentuk
amina.

Kedua
persamaan diatas dapat digabungkan menjadi persamaan seperti berikut:

Sama halnya dengan sintesis eter Williamson,
substitusi nukleofilik berlangsung dengan baik jika R merupakan gugus alkil
primer atau sekunder. Amina primer yang terbentuk mempunyai pasangan elektron
bebas pada nitrogen, dan karenanya dia juga adalah nukleofil yang dapat
bereaksi dengan alkil halida menghasilkan amina sekunder.

Amina sekunder juga masih mempunyai pasangan
elektron bebas pada nitrogen sehingga dia masih merupakan nukleofil, dan
bereaksi dengan alkil halida menghasilkan amina tersier.

Akhirnya, amina tersier juga bereaksi lagi dengan
alkil halida menhasilkan garam kuaterneri karena amina tersier juga adalah suatu
nukleofil.

Jadi reaksi antara amoniak dengan alkil halida
mengahsilkan campuran antara amina primer, sekunder, dan tersier. Jadi reaksi antara
amoniak dengan alkil halida mengahsilkan campuran antara amina primer,
sekunder, dan tersier.
3. Pembuatan senyawa nitril (SN2)
Suatu reaksi yang sangat bermanfaat adalah reaksi
antara alkil halida dengan suatu anion karbon. Reaksi ini memerlukan suatu
karbanion yang stabil, dan yang memenuhi adalah sianida.

Reaksi ini menyatakan suatu cara mudah untuk
memperpanjang suatu rantai dengan satu atom karbon. Reaksi ini memberikan hasil
yang baik untuk hampir semua halida primer dan sekunder, tetapi halida tersier
tidak.
4. Pembuatan alkuna (SN2)
Reaksi asam-basa antara 1-alkuna dengan suatu basa
kuat akan mengarah pada pembentukan garam.

Alkunida adalah pereaksi nukleofil, dan mereka masuk
ke dalam reaksi substitusi nukleofilik dengan menyerang atom karbon agen
pengalkilasi dengan menggantikan gugus pergi. Hasil reaksi ini adalah alkilasi
alkunida menghasilkan alkuna baru.

Umumnya reaksi ini terbatas untuk situasi dalam mana
agen pengalkilasi (alkil bromida atau alkil sulfonat) adalah primer dan tidak
bercabang pada atom karbon-bnya.
5. Pembuatan alkena (E2)
Reaksi eliminasi-b bimolekuler
menyatakan suatu metode yang sangat penting untuk pembuatan alkena dan alkuna.
Di dalam perencanaan suatu sintesis dengan menggunakan metode ini, pendekatan
yang paling praktis adalah menggunakan halida atau sulfonat yang dapat
menghasilkan hanya satu alkena.
Monodehidrohalogenasi 1,1-dihaloalkana atau
1,2-dihaloalkana dibawah kondisi yang lembut menyebabkan pembentukan vinil
halida. Di dalam reaksi eliminasi, produk yang dominan biasanya sesuai dengan hukum
Saytzeff, yaitu olefin yang atom
karbon-tak jenuhnya mengandung substutien lebih banyak.
Contoh:

6. Pembuatan Alkuna (E2)
Jika
vinil halida diolah dengan basa yang sangat kuat maka terbentuk alkuna.

Hal
yang serupa jika 2 mol hidrogen halida dieliminasi dari 1,1-dihalida atau 1,2-
dihalida
akan dihasilkan alkuna.

Seperti halnya ikatan rangkap dua, ikatan rangkap
tiga lebih stabil secara termodinamika dalam posisi 2,3 daripada dalam posisi
1,2. Jika kita mengolah senyawa 2,2-diklorobutana dengan ion hidroksida atau
alkoksida maka kita peroleh 2-butuna yang dominan. Dilain pihak, sodamida
adalah suatu basa yang cukup kuat akan bereaksi dengan proton asam dari satu
alkuna menghasilkan garam sodium. Ion hidroksida dan metoksida tidak cukup kuat
basanya untuk melakukan hal ini. Jika kita mengolah 2,2-diklorobutana dengan
sodamida, kita memperoleh alkunida, dengan pengasaman akan menghasilkan satu
alkuna.

7. Pembuatan
Pereaksi Grignard
Organik halida dan magnesium dalam eter bereaksi
membentuk pereaksi Grignard (RMgX) yang merupakan spesies-antara yang reaktif.

Alkil fluorida tidak bereaksi dengan magnesium dalam
eter. Alkil klorida cenderung bereaksi dengan lambat, dan aril halida tidak
bereaksi. Alkil bromida dan alkil iodida keduanya dengan cepat bereaksi dengan
magnesium, tapi bromida lebih sering digunakan karena lebih murah dan mudah
diperoleh.

Dalam pembuatan dan penanganan senyawa oragnologam
reaktif seperti pereaksi Grignard, kita mencegahnya kontak dengan udara atau
pelarut-pelarut protik. Bekerja dengan zat-zat ini dianjurkan menggunakan
pelarut kering dan atmosfir inert.
Sebagai contoh, air menghidrolisis pereaksi Gridnard mengahsilkan alkana.
Oleh karena ikatan karbon-magnesium terpolarisasi
dengan muatan parsil negatif pada karbon dan muatan parsil positif pada
magnesium, penataan ulang tidak pernah menyertai ion karbonium yang terbentuk
dari pereaksi Grignard. Sebagai contoh, pereaksi Grignard dapat dibuat dari
neopentil klorida tanpa terjadinya pentaan ulang. Dalam pembuatan pereakasi
Grignard dari aril klorida dan vinil halida yang kurang reaktif, umumnya
tetrahidrofuran digunakan sebagai pelarut.
F.
KEGUNAAN
ALKIL HALIDA
- Kloroform (CHCl3) : pelarut untuk lemak, obat bius (dibubuhi etanol, disimpan dalam botol coklat, diisi sampai penuh).
- Tetraklorometana = karbontetraklorida (CCl4) : pelarut untuk lemak, alat pemadam kebakaran (Pyrene).
- Freon (Freon 12 = CCl2F2, Freon 22 = CHCl2F) : pendingin lemari es, alat “air conditioner”, sebagai propellant (penyebar) kosmetik, insektisida, dsb.
KESIMPULAN
Alkil
halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti
dengan halogen. Tiap-tiap hydrogen dalam
hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon
yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terflkuorinasi sempurna yang
dikenal sebagai fluorocarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi.
Reaksi
E2 proses satu tahap. Nukleofil bertindak sebagai basa dan mengambil proton
(hidrogen) dari atom karbon yang bersebelahan dengan karbon pembawa gugus
pergi. Pada waktu yang bersamaan, gugus pergi terlepas dan ikatan
rangkap dua terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Besari,
Ismail. 1982. Kimia organik untuk
universitas. Bandung : Armico
Firdaus.
2009. Kimia organik Fisis. Makassar :
FMIPA UNHAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar