LABORATORIUM
FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN
PRAKTIKUM
FENOMENA DISTRIBUSI
DISUSUN
OLEH :
NAMA :
SUNARTI SYAM
STAMBUK
: 15020130106
KELAS
:
2.4
KELOMPOK
: V (LIMA)
ASISTEN : RISFAH HARDYANTI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang
penting bagi farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu
tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh
manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat organ target
serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek
terapeutik.
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu
perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan
tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah
koefisien distribusi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep).
Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar
dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan
hidrofil dan hidrofob.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien
partisi dengan cara mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak
belakang/tidak saling bercampur. Dengan
percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi suatu
obat jika terdapat dalam tubuh.
B.
Maksud praktikum
Adapun maksud praktikum adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan
koefisien partisi suatu zat di dalam pelarut yang tidak bercampur.
C.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan
praktikum adalah untuk menentukan koefisien partisi asam borat dan asam
benzoate dalam pelarut air serta minyak kelapa yang tidak saling bercampur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori umum
Air adalah pelarut yang baik untuk garam,
gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral
dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat
yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan
dalam pernyataan like dissolve like. Kelaruta bergantung pada pengaruh kimia,
listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbalm balik zat pelarut dan zat
terlarut (Martin, 1993).
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang
keduanya tidak saling bercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat
padat ditambahkan kedalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu
akan mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi
jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan
didistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Mirawati,
2014).
Kelarutan suatu senyawa
bergantung pada siat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung
pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil,
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1993).
Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan ke
dalma campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri
diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara
kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, 1993).
Koefisien
partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua
fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka
koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah.
Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga
bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut
merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul
obat pertama-tama harus menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai
suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan mengizinkan absorbsi
zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang tidak
larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan
kesulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta
disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorbsi serta
karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori
pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan
suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari
efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian
(Ansel,2005).
Pengetahuan tentang
koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui oleh
seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan
ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja
obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh
tubuh (Martin,1993).
Sebagai
molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum
distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase,
yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin,1993).
Koefisien partisi minyak-air
adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat.
Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada
reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air
dari obat (Martin, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi
adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan
antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak terkonsentrasi
dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil
hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam
ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat
artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari
segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi
obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada
organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi
dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui
penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk
memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).
Pada
umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih
mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil
atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar
terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah
(Sardjoko, 1987).
B.
Uraian
bahan
1.
Aquadest (Ditjen POM,1979 : 96)
Nama resmi : Aqua
destillata
Nama lain :
Aquadest, air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Pemerian :
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut, media
distribusi
2.
Asam benzoat (Ditjen POM, 1979 : 49)
Nama resmi : Acidum
bonzoicum
Nama lain : Asam
benzoat
Rumus molekul : C7H6O2
Berat molekul : 122,12
Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan :
Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95
%) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel
3.
Asam
borat (Ditjen POM edisi III, 1979:49)
Nama resmi : Acidum boricum
Nama
lain : Asam borat
Rumus
molekul : H3BO3
Berat
molekul : 61,83
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik
mengkilap, tidak berwarna, tidak
berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian
air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3
bagian gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum
ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel
Penetapan
kadar : 1 ml natrium
hidroksida setara dengan 61,83 mg H3BO3
4.
Fenolftalein
(Dirjen POM edisi
III, 1979:662)
Nama
resmi : Phenolphtalein
Nama
lain : Fenolftalein
Rumus molekul : C20H14O4
Berat molekul : 318,00
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau
putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam
air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter
Perubahan
warna : Tidak berwarna dalam
suasana asam dan alkali lemah dan
memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat
Range pH : 8,3 – 10,0
Kegunaan : Sebagai
indikator
5.
Minyak
kelapa (Ditjen POM, 1979 : 456)
Nama resmi : Oleum cocos
Nama lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
kuning pucat, bau khas tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut dalam kloroform
P dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi
6.
Natrium
hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 589)
Nama resmi : Natrii hydroxidum
Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus
molekul : NaOH
Berat molekul :
40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap
CO2.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan
dalam etanol (95 %) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi
C.
Prosedur kerja
1. Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer 250 ml
2. Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume
larutan hingga 100 ml dengan aquadest
3. Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong
pisah, dan tambahkan dengan 25 ml minyak kelapa
4. Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong
pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5. Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak
dengan menampung dalam erlenmeyer
6. Tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke
dalam erlenmeyer
7. Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N
sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda
8. Ambil 25 ml larutan no. 2 di atas, kemudian
9. Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
10. Hitung koefisien
partisi.
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini
adalah buret
50 ml, corong, corong pisah 250 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas kimia, gelas ukur,
statif dan klem, dan vortex.
B.
Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah aquadest, asam borat, asam benzoat, indikator fenolftalein, minyak kelapa, NaOH 0,0964 N.
C.
Cara kerja
1.
Tanpa partisi
Ditimbang
asam borat sebanyak 100 mg, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer. Dilarutkan
dengan aquadest kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml, diambil 25 ml dari
larutan tersebut kemudian, dimasukkan dalam erlenmeyer. Ditambahkan dengan
indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan NaOH
0,0964 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Diambil
25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi
prosedur kerja menggunakan asam benzoate kemudian dihitung koefisien tanpa
partisinya.
2.
Dengan partisi
Ditimbang
asam borat sebanyak 100 mg, dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian
dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml, diambil 25 ml dari larutan tersebut, kemudian
dimasukkan dalam corong pisah, ditambahkan 25 ml minyak kelapa. kemudian,
dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15
menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain, kemudian dipisahkan air dari
minyak dan ditampung dalam erlenmeyer. ditambahkan indikator fenolftalein
sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer, setelah itu dititrasi dengan larutan baku
NaOH 0,0964 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Diambil
25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi
prosedur kerja menggunakan asam benzoate kemudian dihitung
koefisien partisinya.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN
A.
Tabel pengamatan
Kelompok
|
Sampel
|
Volume
titran
(mL)
|
%
kadar
(%)
|
Koefisien
distribusi
|
||
Ca
|
Cb
|
Ca
|
Cb
|
|||
1
|
Asam
benzoate
|
3
|
0,6
|
3,43
|
0,68
|
0,80
|
2
|
Asam
borat
|
0,6
|
0,5
|
1,128
|
1,353
|
0,166
|
3
|
Asam
borat
|
1,4
|
0,6
|
3,215
|
1,377
|
0,57
|
4
|
Asam
borat
|
0,6
|
0,5
|
0,324
|
0,270
|
0,166
|
5
|
Asam
benzoate
|
2,3
|
0,4
|
2,59
|
0,45
|
0,82
|
B.
Perhitungan
Keterangan :
Ca : Tanpa
partisi
Cb : Dengan
partisi
K : Koefisien
distribusi
Sampel asam borat
Dik :
N Titran = 0,0964 N
Volume titran Ca =
0,6 ml
Volume Titran Cb =
0,5 ml
Berat sampel =
106,07 mg
1 N NaOH =
61,83 mg asam borat
Bst =
61,83 x 0,0964
= 5,960 mg asam borat
% Ca =
x 100%
=
x 100%
=
x
100%
= 0,00324
x 100%
= 0,324%
%
Cb =
x
100%
=
x 100%
=
x 100%
= 0,00270 x
100%
= 0,270%
% Ca =
x
106,07 mg
=
3,24 x 106,07
=
343,66%
% Cb =
x
106,07 mg
=
2,70 x 106,07
=
286,38%
K =
=
=
=
0,166
Jadi
K<1, maka asam borat memiliki kecenderungan menuju pada fase air.
Sampel asam benzoate
Dik :
N Titran = 0,0964 N
Volume titran Ca =
2,3 ml
Volume Titran Cb =
0,4 ml
Berat sampel =
104,4 mg
Fk =
1
Bst =
12,21 mg
% Ca
=
x100%
=
x 100%
=
x100%
= 2,59%
%
Cb =
x 100%
=
x 100%
=
x 100%
= 0,4509%
K =
=
= 0,82
Jadi
K<1, maka asam benzoate memiliki kecenderungan menuju pada fase air.
C.
Pembahasan
Koefisien
distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut
yang berbeda yang tidak saling
bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah pelarut pertama
dan pelarut kedua.
Fenomena
distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua
fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan
kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur
molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi
kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur.
Pada
percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat
sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan dengan
aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut,
masukkan larutan tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak
kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah,
diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan menampung
air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke
dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,0964 N sampai
terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Kemudian diambil 25 ml larutan asam
borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja
menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya.
Asam
borat dan asam benzoate digunakan karena asam borat dan asam benzoate dapat
larut dalam air dan minyak, dan karena asam borat dan asam benzoate memiliki
dua sifat yaitu sifat polar dan nonpolar.
Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan menggunakan
partisi karena kedua pelarut ini tak dapat
larut satu sama lain tetapi sampel asam borat
dapat larut dalam minyak dan air. Hal ini disebabkan
karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut
non polar dan karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk
streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol.
Alasan
asam borat dan asam benzoat ditambahkan ke dalam minyak kelapa dan air kemudian
dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian setelah itu di lakukan
pengocokan, karena agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut
dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan
pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun
dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat
pada pelarut mana kelarutannya paling besar.
Tujuan
dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena agar
pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang dilakukan
titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang
dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Metode
titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang
dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi
dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat
diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari
bening menjadi merah muda.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang
digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan
indikator fenolftalein dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan
terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan
titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi
hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik
ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi
kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan
warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan
titran basa dengan indikator fenolftalein.
Pada
percobaan ini didapat kadar asam borat tanpa partisi adalah 0,324% dan dengan
partisi 0,270%. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,166. Kadar asam benzoat
tanpa partisi adalah 2,59% dan dengan partisi adalah 0,45%. Jadi koefisien
distribusinya adalah 0,82.
Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana
hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan
karena :
ü Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
ü Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat
pengambilan fase air
untuk titrasi.
ü
Kesalahan
dalam menitrasi.
ü Pada
saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak menggunakan pipet
tetes dalam erlenmeyer, masih ada bagian minyak yang ikut bersama dengan
fase air sehingga mempengaruhi titik
akhir titrasi.
ü
Kelarutan
sampel yang tidak sempurna.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Penentuan kadar asam borat tanpa partisi adalah 0,324%
dan dengan partisi adalah 0,270%. Koefisien distribusinya adalah 0,166
2.
Penentuan kadar asam benzoat tanpa partisi adalah
2,59% dan dengan partisi adalah 0,45%. Koefisien distribusinya adalah 0,82.
B.
Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti
agar hasil yang diperoleh sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Universitas Indonesia Press : Jakarta
Ansel, H.C. 2005.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Universitas Indonesia Press :
Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Ernest. 1999. Dinamika Obat. Institut Teknologi
Bandung : Bandung.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi
Fisik jilid I Edisi III.
Universitas Indonesia Press : Jakarta
Mirawati.
2014. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I.
Universitas Muslim Indonesia : Makassar
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. PAU Bioteknologi Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
LAMPIRAN
Vortex Asam
benzoate yang dilarutkan dengan aquadest
Larutan baku NaOH 0,0964 Asam
benzoate yang dicampur minyak
Asam benzoate yang telah di
titrasi Statif
dan klem
dengan NaOH 0,0964 N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar