Minggu, 27 April 2014

LAPORAN PRAKTIKUM FARFIS FENOMENA DISTRIBUSI



LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM
FENOMENA DISTRIBUSI






DISUSUN OLEH :

NAMA            : SUNARTI SYAM
STAMBUK       : 15020130106
KELAS           : 2.4
KELOMPOK    : V (LIMA)
ASISTEN         : RISFAH HARDYANTI


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien partisi  ialah kerja obat pada tempat organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien distribusi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling  bercampur. Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi suatu obat jika terdapat dalam tubuh.


B.          Maksud praktikum
Adapun maksud praktikum adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu zat di dalam pelarut yang tidak bercampur.
C.         Tujuan praktikum
    Adapun tujuan praktikum adalah untuk menentukan koefisien partisi asam borat dan asam benzoate dalam pelarut air serta minyak kelapa yang tidak saling bercampur.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.          Teori umum
Air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelaruta bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbalm balik zat pelarut dan zat terlarut (Martin, 1993).
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan kedalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur  dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan didistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Mirawati, 2014).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada siat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1993).
Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan ke dalma campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, 1993).
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Untuk memproduksi suatu respon  biologis, molekul obat pertama-tama harus menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan mengizinkan absorbsi zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang tidak larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kesulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian (Ansel,2005).
Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh (Martin,1993).
Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin,1993).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999). 
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
B.          Uraian bahan
1.          Aquadest (Ditjen POM,1979  : 96)
        Nama resmi                : Aqua destillata
        Nama lain                   : Aquadest, air suling
        Rumus molekul           : H2O
        Berat molekul             : 18,02
    Pemerian                   : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa      
      Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup baik
      Kegunaan                   : Sebagai pelarut, media distribusi
2.          Asam benzoat (Ditjen POM, 1979 : 49)
        Nama resmi                : Acidum bonzoicum
        Nama lain                   : Asam benzoat
        Rumus molekul           : C7H6O2
        Berat molekul             : 122,12
    Pemerian                   : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
    Kelarutan                   : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P
    Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat                       : Antiseptikum ekstern

Kegunaan                   : Sebagai sampel

3.           Asam borat (Ditjen POM edisi  III, 1979:49)

Nama resmi              : Acidum boricum

         Nama lain                        : Asam borat
         Rumus molekul               : H3BO3
         Berat molekul                  : 61,83
       Pemerian                        : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap,   tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis
     Kelarutan                         : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P
       Penyimpanan                  : Dalam wadah tertutup baik
       Khasiat                            : Antiseptikum ekstern
       Kegunaan                        : Sebagai sampel
     Penetapan kadar             : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg H3BO3 
4.           Fenolftalein (Dirjen POM edisi III, 1979:662)
         Nama resmi                     : Phenolphtalein
         Nama lain                        : Fenolftalein
Rumus molekul               : C20H14O4
Berat molekul                  : 318,00
Pemerian                   : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan                  : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter
Perubahan warna      : Tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah dan memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat
Range pH                 :  8,3 – 10,0 
Kegunaan                 :  Sebagai indikator
5.          Minyak kelapa (Ditjen POM, 1979 : 456)
   Nama resmi              : Oleum cocos
   Nama lain                 : Minyak kelapa
Pemerian                 : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat, bau khas  tidak tengik.
Kelarutan            : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                 : Sebagai pelarut, media distribusi
6.          Natrium hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 589)
   Nama resmi                  : Natrii hydroxidum
Nama lain                     : Natrium hidroksida
Rumus molekul             : NaOH
   Berat molekul               :  40,00
Pemerian                     : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah,      sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2.
Kelarutan                     : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                     : Sebagai larutan penitrasi
C.         Prosedur kerja
1.     Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml
2.     Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest
3.     Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan 25 ml minyak kelapa
4.     Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5.     Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam erlenmeyer
6.     Tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer
7.     Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda
8.     Ambil 25 ml larutan no. 2 di atas, kemudian
9.     Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
10.  Hitung koefisien partisi.


BAB III
METODE KERJA
A.          Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret 50 ml, corong, corong pisah 250 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas kimia, gelas ukur, statif dan klem, dan vortex.
B.          Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, asam borat, asam benzoat, indikator fenolftalein, minyak kelapa, NaOH 0,0964 N.
C.         Cara kerja
1.          Tanpa partisi
Ditimbang asam borat sebanyak 100 mg, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer. Dilarutkan dengan aquadest kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml, diambil 25 ml dari larutan tersebut kemudian, dimasukkan dalam erlenmeyer. Ditambahkan dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,0964 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate kemudian dihitung koefisien tanpa partisinya.
2.          Dengan partisi
Ditimbang asam borat sebanyak 100 mg, dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml, diambil 25 ml dari larutan tersebut, kemudian dimasukkan dalam corong pisah, ditambahkan 25 ml minyak kelapa. kemudian, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain, kemudian dipisahkan air dari minyak dan ditampung dalam erlenmeyer. ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer, setelah itu dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0964 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate kemudian dihitung koefisien  partisinya.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A.          Tabel pengamatan
Kelompok
Sampel
Volume titran
(mL)
% kadar
(%)
Koefisien distribusi
Ca
Cb
Ca
Cb
1
Asam benzoate
3
0,6
3,43
0,68
0,80
2
Asam borat
0,6
0,5
1,128
1,353
0,166
3
Asam borat
1,4
0,6
3,215
1,377
0,57
4
Asam borat
0,6
0,5
0,324
0,270
0,166
5
Asam benzoate
2,3
0,4
2,59
0,45
0,82

B.          Perhitungan
Keterangan :
Ca      : Tanpa partisi
Cb      : Dengan partisi
K        : Koefisien distribusi
Sampel asam  borat
Dik     : N Titran                = 0,0964 N
Volume titran Ca   = 0,6 ml
Volume Titran Cb = 0,5 ml
Berat sampel         = 106,07 mg
1 N NaOH             = 61,83 mg asam borat
Bst                       = 61,83 x 0,0964
                                    = 5,960 mg asam borat
%  Ca             =  x 100%
                 =  x 100%
                 =  x 100%
                  = 0,00324 x 100%
                  = 0,324%
%  Cb           =  x 100%
            =  x 100%
                =  x 100%
                = 0,00270 x 100%
                = 0,270%
% Ca            =  x 106,07 mg
            = 3,24 x 106,07
                = 343,66%
% Cb            =  x 106,07 mg
            = 2,70 x 106,07
                = 286,38%
K                  =
                =
            =
           = 0,166
Jadi K<1, maka asam borat memiliki kecenderungan menuju pada fase air.
Sampel asam  benzoate
Dik     : N Titran                = 0,0964 N
Volume titran Ca   = 2,3 ml
Volume Titran Cb  = 0,4 ml
Berat sampel         = 104,4 mg
Fk                         = 1
Bst                       = 12,21 mg
% Ca              =      x100%
                      =       x 100%
                      =      x100%
                      =      2,59%
% Cb              =      x 100%
                      =      x 100%
                      =      x 100%
                      =      0,4509%
K                    =     
                      =                             
                      =      0,82
Jadi K<1, maka asam benzoate memiliki kecenderungan menuju pada fase air.
C.         Pembahasan
Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda  yang tidak saling bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah pelarut pertama dan pelarut kedua.
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur.
Pada percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut,  masukkan larutan tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan menampung air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,0964 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Kemudian diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya.
Asam borat dan asam benzoate digunakan karena asam borat dan asam benzoate dapat larut dalam air dan minyak, dan karena asam borat dan asam benzoate memiliki dua sifat yaitu sifat polar dan nonpolar.
Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan menggunakan partisi karena kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel asam borat dapat larut dalam minyak dan air. Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar dan karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol.
Alasan asam borat dan asam benzoat ditambahkan ke dalam minyak kelapa dan air kemudian  dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian setelah itu di lakukan  pengocokan, karena agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar.
Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator fenolftalein dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator fenolftalein.
Pada percobaan ini didapat kadar asam borat tanpa partisi adalah 0,324% dan dengan partisi 0,270%. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,166. Kadar asam benzoat tanpa partisi adalah 2,59% dan dengan partisi adalah 0,45%. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,82.
            Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena :
ü  Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
ü  Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fase air untuk titrasi.
ü  Kesalahan dalam menitrasi.
ü  Pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak menggunakan pipet tetes dalam erlenmeyer, masih ada bagian minyak yang ikut bersama dengan fase  air sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi.
ü  Kelarutan sampel yang tidak sempurna.


BAB V
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.          Penentuan kadar asam borat tanpa partisi adalah 0,324% dan dengan partisi adalah 0,270%. Koefisien distribusinya adalah 0,166
2.          Penentuan kadar asam benzoat tanpa partisi adalah 2,59% dan dengan partisi adalah 0,45%. Koefisien distribusinya adalah 0,82.
B.          Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang diperoleh sesuai yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia  Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Ernest. 1999. Dinamika Obat. Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I Edisi III. Universitas Indonesia Press : Jakarta

Mirawati. 2014. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Muslim Indonesia : Makassar
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. PAU Bioteknologi  Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.


LAMPIRAN





Vortex                                                                               Asam benzoate yang dilarutkan dengan aquadest







  Larutan baku NaOH 0,0964                                                      Asam benzoate yang dicampur minyak






      Asam benzoate yang telah di titrasi                                                  Statif dan klem
      dengan NaOH 0,0964 N









 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar